Mencari wisata pantai di Provinsi Bengkulu dengan lokasi yang relatif masih terjangkau, maka Pulau Enggano, jawabannya. Pulau ini digilai para wisatawan untuk ‘berburu’ lumba-lumba di sore hari. Memang banyak tempat yang bisa membuat kita takjub karena keindahan dan potensi alamnya.
Bahkan, jika ingin disamakan keindahan Pulau Bunaken, Pulau Enggano lah yang pantas. Kita akan berdecak kagum dengan keindahan hamparan pasir putih yang membentang. Ditambah dengan riuh gemuruh pohon, menambah euforia untuk dapat berlama-lama di pulau tersebut.
Pulau Enggano secara administratif masuk dalam wilayah kabupaten Bengkulu Utara, terpaut 175 km dari Kota Bengkulu, 123 km dari Kota Manna, 133 km dari Kota Bintuhan dan 513 km dari Ibukota Jakarta.
Disekitar Pulau Enggano juga terdapat pulau kecil seperti, Pulau Dua (38,90 Ha), Pulau Merbau (6,8 Ha) dan Pulau Bangkai (0,26 Ha), demikian Media Center Kabupaten Bengkulu Utara melaporkan, Sabtu (10/9).
Untuk menuju pulau yang berpenduduk 3.008 jiwa itu, dari Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu, membutuhkan waktu sekitar 12 jam perjalanan laut untuk sampai di Pulau Enggano.
Kapal Ferry akan mengantarkan sampai di Dermaga Kahyapu atau Dermaga Malakoni. Sesampainya di Dermaga Kahyapu, kita disambut dengan papan merek khas bertuliskan ‘Selamat Datang di Pulau Enggano’.
Spot ini merupakan tempat favorit untuk berfoto dengan latar belakang Pulau Enggano. Aroma pantai dan laut sudah mulai tercium dari sini.
Pulau yang didiami 868 Kepala Keluarga (KK) itu, pemandangan bawah laut sangat spektakuler. Di seberang Dermaga Kahyapu terdapat Pulau Dua, disana juga terdapat pantai indah dengan jejeran pohon kelapa, sangat eksotis!
Pulau yang 70% penduduknya menganut agama Islam ini, merupakan sebuah pulau yang hanya menyediakan listrik setelah hari gelap. Disana kegiatan yang terselenggara serba terorganisir. Peran pemerintah dan warganya terlihat sangat baik.
Nelayan tak hanya memanfaatkan perahu boat untuk mencari ikan, namun perahu juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengunjungi obyek wisata eksotis di pulau yang memiliki 6 suku ini, yakni Suku Kauno, Suku Kaarubi, Suku Kaharuba, Suku Kaitora, Suku Kaahoa dan Suku Kamay.
Dari tepi pantai saat petang hari dapat menjumpai Lumba-lumba di Pantai Kahyapu, Malakoni, mata kita memang harus jeli untuk mengamatinya. Kadang ketika malu, lumba-lumba hanya berenang ke permukaan dan memunculkan siripnya. Kalau beruntung dan lumba-lumba tersebut sedang senang.
Mamalia laut itu akan melompat ke udara dan menari-nari kegirangan sangat lincah. Belum sempat memotretnya, bisa jadi dia sudah masuk laut lagi. Untuk menangkap momen-momen berharga, harus memasang speed kamera pada high speed atau kalau sama sekali tidak mau melewatkan momen lumba-lumba yang berharga, rekam saja!
“Kalau mau lihat lumba-lumba sore hari di tepi pantai. Biasanya, dia akan muncul menjelang Magrib,” kata salah seorang pemuda Desa Kahyapu, Rio.
Namun, belum lengkap rasanya bila belum menikmati keindahan obyek wisata lainnya, Danau Bak Blau di Baboyo Desa Meok.
Untuk menyambangi, Danau Bak Blau, dari Desa Kahyapu kita mesti menuju perjalanan darat ke Desa Malakoni yang memakan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan. Dari Desa Malakoni menuju Danau yang berbentuk mata berwarna biru itu memakan waktu sekitar 20 menit.
“Danau itu berbentuk mata berwarna biru, makanya danau itu disebut Bak Blau dalam Bahasa Enggano berarti mata biru,” kata Rika Febrianti, remaja Desa Meok.
Selain Danau Bak Blau Desa Meok, pulau yang memiliki 6 desa ini, juga menyuguhi potensi Obyek Wisata, di Sebalik Desa Banjar Sari, Seperti air Terjun Koomang, terdapat Batu Lobang Koomang, Batu Gajah Koomang, Air Terjun Koomang.
Untuk tiba di sana, pelancong mesti menaik perahu Boat milik nelayan dengan memakan waktu sekitar 3 jam dari Desa Banjar Sari. Dalam perjalanan menuju 3 obyek wisata itu, pelancong akan disuguhi Batu Lobang Koomang yang terbuat secara alami dengan diamater sekitar 2,5 meter. Sementara, Air Terjun Koomang dengan ketinggian sekitar 8 meter.
Sebagai catatan, dalam perjalanan laut yang melewati Samudera Hindia itu, tidak seperti naik kendaraan di darat. Begitu naik kapal, kita akan disuguhi gelombang ombak dan badai di sepanjang laut lepas.
Disana, perut serasa diaduk didalam blender dan perut serasa diputar-putar, sampai-sampai ingat malaikat itu ada dan mati itu dekat, bahkan muka sampai pucat membiru.
Bahkan, gara-gara gelombang dahsyat itu, lambung usus berasa geser dari tempatnya, otak tak konek, produksi keringat meningkat, lemak tubuh luruh, mau sendawa kagak bisa, mau kentut apa lagi. Tertarik dengan perjalanan yang mengguncang kepala, untuk menuju eksotis pulau terluar Indonesia? Silakan berkunjung ke sana. (MC Bengkulu Utara/BgS/toeb)