Kutai Kartanegara merupakan salah satu kabupaten di Kaltim yang memiliki banyak potensi pariwisata. Salah satu yang favorit di kabupaten ini adalah Bukit Biru. Terletak di Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu.
Tak mengherankan kawasan tersebut jadi favorit. Pasalnya, selain menawarkan pemandangan Kukar dari ketinggian, di lokasi yang berdekatan juga terdapat air terjun yang tak kalah eksotis. Keberadaannya pun telah menjadi magnet bagi wisatawan lokal.
Dari Tenggarong sebagai ibu kota kabupaten, kawasan wisata tersebut berjarak sekitar 12 kilometer. Dalam keadaan normal, bisa ditempuh sekitar setengah jam melalui akses darat. Aksesnya pun termasuk familier dan umum dilintasi masyarakat setempat.
Bukit Biru terletak di utara Tenggarong. Dari jauh, lokasinya pun bisa terlihat kasatmata. Selama ini kawasan tersebut identik dengan wisata alam yang memanjakan mata dan raga.
Saat ini, pengelolaannya dijalankan secara mandiri. Para pengelola merupakan gabungan kelompok sadar wisata alis pokdarwis, warga desa, dan pemerintah desa. Satu per satu fasilitas telah dilengkapi. Termasuk pemasangan rambu petunjuk jalan sebagai panduan wisatawan menuju kaki bukit tersebut.
Kepala Desa Sumbersari, Sutarno, mengungkapkan bahwa dari pengelolaan destinasi wisata tersebut, pemasukannya dialirkan ke kas dana desa. Pengelola bercita-cita menjalankan operasional secara baik dan profesional.
Meski demikian, pengelolaannya pun diakui bukan tanpa kendala. Terutama dalam pengelolaan air terjun. Kawasan tersebut, sampai saat ini masih diadang persoalan tapal batas dengan wilayah Desa Jahab. “Tapi kalau secara SK, wilayah tersebut masuk di kami,” terang Sutarno dengan optimistis.
Sambil menanti kejelasan, pengelola memilih memaksimalkan pengelolaan puncak Bukit Biru. Pembenahan pun terus dikemukan. Apalagi setelah pengelolaannya dilakukan di bawah arahan dan instruksi pemerintah desa sejak Juni 2021.
Pengelolaan secara profesional, dimulai dengan merancang master plan penunjang komponen pariwisata daerah tersebut. Tahun depan ditarget terealisasi, terutama dalam menjalankan manajemen pengelolaan secara baik. “Termasuk akan dibangun sarana dan prasarananya,” ungkap dia.
Sampai saat ini, pengunjung Bukit Biru tak dibebankan tarif selangit. Yang datang harian, hanya dikenakan tarif penitipan kendaraan. Pengguna roda dua dikenakan Rp 5 ribu sedangkan roda empat Rp 10 ribu. Sedangkan bagi pengunjung yang menginap alias camping, menjadi Rp 10 ribu untuk roda dua dan Rp 20 ribu untuk roda empat. “Uang itu dibagi rata kepada pemilik lahan parkiran dan pengelola,” ungkapnya.
Sebagai tanda keseriusan, pihak desa segera membangun akses jalan menuju bukit dan air terjun. Masing-masing sekitar 1 kilometer. Sutarno menyadari pembangunan tersebut adalah yang paling mendesak saat ini. Mengingat akses yang ada sebatas jalan dengan kontur bebatuan dan tanah liat.
Fasilitas lain segera dilengkapi adalah pondok dan toilet umum. Diharapkan setiap rencana tersebut, kelak membuat pengunjung makin betah dan nyaman berkunjung. “Bila fasilitas telah memadai, setelah itu akan dikenakan tarif masuk bagi pengunjung,” ungkapnya.
Koordinator Pengelola Puncak Bukit Biru, Purwanto, berharap setiap rencana yang dikemukakan tersebut dapat berjalan efektif dan sesuai tujuan. Sehingga misi meningkatkan kunjungan wisatawan pun dapat tercapai.
Sebelum PPKM kembali berlaku di Kukar, Bukit Biru bisa dikunjungi sekitar ratusan orang sehari. Dari situ, pendapatan didapat sekitar Rp 2,5 juta per bulan. Angka yang lebih besar bakal didapatkan jika pengelolaan wisata air terjun bisa diperjelas. “Saat pengunjung air terjun tidak dikenakan biaya sepeser pun karena masih terkendala masalah administratif,” tutupnya. (*)