Laut Mati atau Dead Sea berada di antara dua negara, yakni Israel dan Yordania. Perairan ini disebut hipersalin karena kandungan garamnya cukup tinggi, bahkan dinilai sebagai salah satu danau paling asin (salt lake) di dunia. Alasan kenapa perairan ini disebut Laut Mati karena tidak ditemukannya kehidupan di lokasi tersebut, berkat kandungan garamnya yang cukup tinggi. Ikan dan ganggang pun disebut tidak bisa hidup di lokasi ini. Dilansir, Senin (7/2/2022), Laut Mati adalah salah satu titik paling rendah di bumi, sekitar 430,5 meter di bawah permukaan laut (mdpl).
Adapun airnya terlihat berwarna biru, dengan kristal-kristal garam yang menonjol dari dalam air. Tak hanya kaya akan kandungan garamnya, laut mati juga punya lumpur yang mengandung mineral yang tinggi. Selain di Yordania dan Israel, di Indonesia juga ternyata ditemukan “Laut Mati”, tepatnya di Kabupaten Nias Utara, Sumatera Utara.
Indonesia ternyata juga memiliki perairan dengan kandungan garam cukup tinggi. Lokasinya di Pantai Tureloto yang terletak di Desa Balefadorotuho, Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias Utara, Sumatera Utara. Untuk bisa mencapai lokasi ini, wisatawan bisa berkendara dari Kota Gunungsitoli selama kira-kira dua jam, dikutip, Rabu (7/6/2017).
”Air laut terasa hangat dari Laut Baltik dan sangat jauh lebih hangat dari Kutub Utara, bahkan tak perlu berenang hanya dengan mengapungkan badan saja sudah cukup, dan akan terapung dengan sendirinya,” jelas Knutch, wisatawan asal Jerman, kepada, Selasa (6/6/2017). Kandungan garam yang cukup tinggi menyebabkan wisatawan di perairan ini bisa mengapung dengan mudah, tanpa harus berenang. Selain merasakan sensasi mengapung, pengunjung juga bisa menikmati pemandangan pantai, sekaligus panorama bawah airnya.
Warga setempat sekaligus pemilik Tureloto Park pada waktu itu, Yanuarman Gulo, mengatakan bahwa ombaknya tak begitu besar dan cenderung tenang, aman untuk dijadikan tempat berenang atau bermain air. Seandainya tak ingin berenang sekalipun, airnya yang jernih membuat pengunjung bisa melihat dengan jelas ekosistem bahwa lautnya. Peristiwa gempa pada belasan tahun yang lalu, lanjutnya, membuat karang-karang yang ada mengalami kenaikan hingga satu-dua meter. “Di permukaan dapat melihat karang karang yang kasar. Namun bawah laut, kita dapat menikmati terumbu karang yang indah dengan biota karang yang banyak, dan saat ini sudah mulai banyak terumbu karang yang terlihat mulai tumbuh,” jelas Yanuarman.