Ketika Papua ditemukan oleh para petualang di masa lampau, orang asli yang mendiaminya dinilai telah memiliki peradaban tinggi. Di lembah Baliem, lembang agung itu, warga sebenarnya juga telah mengenal sistem pertanian yang unggul.
Disebutkan permukiman dibuat dengan teliti dan memiliki fungsi yang berbeda. Ada rumah khusus untuk laki-laki, ada pula rumah khusus untuk perempuan dan anak-anak. Bahkan, ada rumah api (dapur) dan kandang yang ditempatkan terpisah.
Menukil laporan ekspedisi Kremer pada tahun 1920 mencatat bahwa saat tim ekspedisi tiba di Swart Vellei yang saat itu dikenal sebagai Karubaga, Kabupaten Tolikara, warga setempat telah membuat jembatan gantung.
“Tim itu tak hanya mengagumi teknik pembuatan jembatan, tetapi juga kagum dengan pengaturan ladang, serta penataan perkampungan warga,” tulis JON, HES, dan JOS dalam Lembah Baliem: Saat Petualang Lihat Papua.
Ketika mereka berjumpa dengan masyarakat Dani yang menghuni lembah itu, kekaguman itu semakin tinggi. Sebab, ternyata masyarakat Dani juga memiliki sikap yang ramah. Laporan tersebut menyebut mereka banyak belajar dari Suku Dani.
Misionaris asal Belanda, Frans yang tiba di Baliem pada tahun 1964 menyebut ada banyak nilai baik yang sejak lama telah diwarisi warga Baliem dari nenek moyang mereka. Selain kepiawaian dalam bercocok tanam, mereka juga bisa mengatur jarak kelahiran.
“Itu dilakukan agar orang tua dapat memperhatikan pertumbuhan anak yang lahir dengan baik. Setelah anak itu dinilai mampu mandiri, orang tua juga baru mulai merencanakan kembali memiliki anak,” jelasnya.
Disebutkan oleh Frans, masyarakat Dani memiliki aturan ketat terhadap relasi pemuda dan pemudi. Mereka juga mengenal pembagian peran dalam komunitas terkait perang dan pengelolaan lahan pertanian.
“Perang dibicarakan di honai (rumah adat) untuk perang dengan dipimpin oleh panglima perang. Pembicaraan tentang panen dan pesta adat dibicarakan di honai lain yang dipimpin tua-tua yang dipilih sebagai pengelola kesejahteraan,” kata Yulianus Hisage, Ketua Dewan Adat Suku Hubula, Lembah Baliem.
Tetapi jelas Yulianus, zaman telah berganti dan Papua semakin terbuka. Dunia baru dan peradaban serta pengaruhnya, baik dan buruk masuk dan sulit dibendung. Tetapi cara pandang warga Papua kepada dunia memiliki perbedaan.